Cerita Horor Apa Kau Mau Bermain Kembang Api ?

Cerita Horor
Cerita Horor Apa Kau Mau Bermain Kembang Api ?
Cerita Horor Apa Kau Mau Bermain Kembang Api ? - Senja mengikis warna biru yang mendominasi langit. Ini pertanda bahwa Tobi akan segera keluar dari bangunan berlantai dua yang ada di hadapanku. Semenjak ikut ibunya yang dipindah tugaskan di desa kecil ini, aku selalu mengikutinya kemana pun dia pergi. Mulai ke sekolah, bermain, bahkan kursus mata pelajaran seperti sekarang. Jujur saja, aku merasa was-was membiarkan Tobi pergi sendirian.

Aku segera bangkit dari duduk, berlari menyongsong Tobi tatkala anak dua belas tahun itu mulai menunjukkan sosoknya. Dia tersenyum ramah, sama seperti biasa. “Ayo kita pulang, Jake!” ajaknya penuh semangat. Tanpa menyahut, aku segera mengekornya.

Ketika sampai di depan rumah, Tobi menghentikan langkah. Kuperhatikan kedua bola matanya yang mengarah pada dua orang anak laki-laki. Mereka tengah berdiri di depan pagar rumah kami, sama seperti saat kali pertama kami pindah ke sini. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan kehadiran mereka. Aku tidak bisa tahu kenapa. Yang jelas, aku merasakan kedatangan mereka akan membawa hal buruk.

Cerita Horor Apa Kau Mau Bermain Kembang Api ?

Tobi mendekati mereka. Seketika, dia memegang hidung sejenak. Aku tahu, Tobi pasti tidak tahan dengan bau gosong yang menguar dari tubuh mereka. Tubuh yang kotor penuh jelaga. “Mau apa kalian kemari lagi?” tanya Tobi.

Anak bertubuh gembul menjawab pertanyaannya. “Apa kau mau bermain kembang api?”

“Ya, Titi pasti senang bermain bersamamu,” timpal anak berambut keriting.

Tobi mendesah kesal. Dia memutar kedua bola matanya. “Aku tidak mau. Bermain kembang api berbahaya. Sebaiknya kalian segera pulang.” Tobi melirikku. “Jake, ayo kita masuk.”

Aku dan Tobi melenggang masuk ke dalam rumah. Sementara mereka masih mematung, memandangi punggung Tobi.

Cerita Horor Bermain Kembang Api Cerita Horor ini belum selesai. Sore ini, Tobi terlihat tergesa saat keluar dari tempat kursus. Dia berjongkok sembari mengelus kepalaku. “Kita harus segera pulang, Jake. Kita harus menyiapkan kejutan ulang tahun untuk Ibu.” Aku menggonggong dua kali tanda setuju. Seakan paham maksudku, Tobi membagi lagi senyumnya. “Ayo kita jalan!”

Setibanya di depan rumah, aku langsung menyelak ke arah dua anak laki-laki yang selalu mendatangi rumah Tobi. Tak seperti anak-anak yang lain, mereka berdua sama sekali tidak menunjukkan reaksi terkejut atau pun takut. Ekspresi mereka tetap saja datar dan dingin.

“Untuk apa kalian kembali datang? Aku sedang sibuk sekarang.” Tobi bertanya lagi. Telapak tangannya digerakkan, mengisyaratkan agar aku berhenti bersuara keras.

“Apa kau mau bermain kembang api?”

Entah karena sedang terburu-buru atau jengah dengan ajakan yang sama setiap hari, Tobi menganggukkan kepala seraya berucap, “Baiklah, tapi besok saja.”

Kedua anak itu menyeringai dingin. “Titi pasti senang,” seloroh si Keriting yang langsung disambut anggukan setuju dari kawannya.

Tobi mengkodeku untuk masuk ke dalam rumah. Namun, ketika aku menoleh ke belakang, kedua anak itu sudah tak lagi ada di sana. Mereka menghilang bersama bau gosong yang mengganggu indera penciumanku.

“Jake, lihatlah!” Tobi menyodorkan selembar kertas yang dipenuhi deretan huruf yang tak kumengerti. “Ini jadwal ujianku. Mulai malam ini aku harus belajar lebih giat.” Aku menggonggong sekali untuk meresponnya. Tobi tersenyum simpul. “Anjing pintar. Ayo pulang!”

Seperti hari-hari sebelumnya, kedua anak laki-laki itu kembali mendatangi rumah Tobi. Kali ini masing-masing dari mereka membawa sebungkus kembang api.

Si Gembul membuka mulutnya yang tampak lebih pucat.“Ayo kita main kembang api. Titi sudah menunggu.”

Tobi mengerutkan kening. “Maaf, sepertinya aku tidak bisa menepati janji. Aku harus belajar,” ujur Tobi menyesal.

“Tidak bisa!” bentak si Gembul. Kedua matanya memerah, seakan menyimpan amarah. “Kau sudah berjanji dan Titi sudah terlanjur menunggumu!”

“Sudah kubilang aku minta maaf. Saat ini aku tidak bisa bermain!” Tobi bersikukuh pada pendiriannya. Tanpa menunggu respon lanjutan dari mereka, Tobi melangkah pergi memasuki rumah. Sebelum menutup pintu, Tobi berteriak padaku, menyuruhku meninggalkan mereka.

Seperti yang diucapkan padaku, malam ini Tobi belajar lebih giat dari sebelumnya. Dia terus saja menyibukkan diri dengan beberapa tumpukan buku. Hingga telinganya mulai menangkap kasak-kusuk dari luar rumah. Tobi bergerak menuju jendela kamar dan membuka tirainya. Dari jendela itu, kami berdua bisa melihat siluet dua anak-anak sedang bercakap-cakap di depan rumah. Aku tidak tahu siapa mereka, tapi setelah Tobi sedikit membuka jendela, bau gosong langsung terbawa angin masuk ke dalam kamar majikanku.

“Apa yang kalian lakuan di sini? Hari sudah malam. Pulanglah,” ujur Tobi agak berteriak. Rupaya dia sudah mengenali kedua sosok itu.

Salah satu dari mereka menyahut, “Kami sedang menunggu Titi. Dia marah dan ingin bertemu denganmu.”

“Tidak ada Titi di sini. Kalian pulanglah!” Tobi menutup jendelanya dan kembali sibuk dengan beberapa buku.

Cerita horor ini belum usai. Namun, tiba-tiba aku merasakan suhu kamar Tobi meningkat, sangat panas. Aku tersentap saat mendapati seorang gadis berambut api berdiri di belakang Tobi. Seluruh kulitnya melepuh dan retak. Seringai bengis menghiasi bibirnya yang tak berbentuk.

Aku terus menyelak, mencoba mengusir makhluk mengerikan itu. Tetapi makhluk itu tetap bergeming dari tempatnya.

“Jake, jangan berisik! Aku sedang belajar!” Tobi menoleh. Sama sepertiku, dia terkejut. Tobi segera menjauh dari si gadis menyeramkan. Tubuh Tobi yang bergetar mengisyaratkan bahwa dia tengah ketakutan.

“Kau harus menepati janjimu!” teriaknya.

Rambut apinya mulai menjulur berusaha menarik tubuh Tobi. Secara reflek aku bergerak, melompat ke arahnya untuk melindungi Tobi. Namun sial, api itu justru mengempaskanku ke permukaan dinding. Aku terkapar dan semua menjadi gelap.

Horor ada penampakan tangan di iklan cooling 5 (Baca selengkapnya) Aku tidak tahu sudah berapa lama menunggu Tobi keluar dari tempat kursusnya. Sejak terbangun dari tidur beberapa hari yang lalu, aku tak lagi melihat Tobi. Sementara ibunya tak pernah mencari keberadaan anak itu.

Ketika hendak kembali ke rumah, tanpa sengaja aku melihat seorang anak perempuan tengah berbicara dengan tiga orang anak laki-laki yang kukenal. Si gembul, si keriting dan Tobi. Aku senang bisa berjumpa lagi dengannya. Namun, Tobi terlihat berbeda. Tubuhnya penuh jelaga dan mengeluarkan bau gosong. Bukan hanya itu, Tobi juga melontarkan pertanyaan yang pernah ditanyakan si Gembul dan si Keriting. “Apa kau mau bermain kembang api?” Demikianlah cerita horor kali ini.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.