Burung Punai Pemberian Arwah

Burung Punai Pemberian Arwah
Mak Piah. Begitulah orang-orang kampung menyebut namanya. Nama aslinya Hanafiah. Lelaki berusia 50 tahun itu mengidap penyakit gila tahuna... thumbnail 1 summary7:48 AM
Mak Piah. Begitulah orang-orang kampung menyebut namanya. Nama aslinya Hanafiah. Lelaki berusia 50 tahun itu mengidap penyakit gila tahunan. Tiap giliran itu tiba, dia pasti akan kehilangan kesadaran. Satu-satunya pengobatan yang ditempuh oleh keluarga adalah dengan memasungnya di rumah.

Namun karena kesulitan ekonomi, sang istri yang setia mendampingi dalam berbagai suka dan duka, kadang-kadang melepaskan pasungan sang suami. Bila demikian, dia harus menanggung resiko lain. Acap sang suami mengejarnya dengan parang tajam. Merusak perabotan rumah dan lainnya. Bahkan pernah suatu hari dia mencincang seekor kambing milik tetangga.

Mak Piah bila sudah gila, maka akan berubah menjadi teror. Hingga akhirnya warga sepakat, bila Mak Piah kembali dilepas, maka sang istri yang harus menanggung akibatnya. Sang istri yang bernama Dar kalah dan menyadari bahaya bila sang suami bebas berkeliaran.

Bila sang suami telah gila, Dar dengan seorang buah hatinya yang masih kecil, harus mencari rezeki sendiri. Pernah suatu ketika, sang buah hati sangat ingin menikmati gulai ikan. Karena Dar tidak punya uang, dia kemudian turun ke alur-alur kecil di dekat rumah untuk menjaring aneuk groe--ikan khas alur yang berukuran seibu jari--. Tiga ekor berhasil masuk ke dalam jaringnya. Itulah yang kemudian dimasak. sang anak begitu bahagia.

***
Hingga suatu hari tersiar kabar duka. Mak Piah ditemukan tidak bernyawa di sebuah kebun kosong. Dari keterengan Dar, saat keluar rumah, Mak Piah tidak dalam keadaan gila. Tujuannya keluar untuk mencari burung punai untuk sang anak yang hari itu sangat menginginkan memakan gulai punai.

Namun hingga malam tiba, Mak Piah tidak kunjung pulang. Sang istri mulai gundah. Mulutnya mulai merepet-repet kepada sang anak. Jelang tengah malam, Mak Piah pulang. Dia membawa tiga ekor punai besar. Sang anak begitu gembira. Dar segera memasaknya.

Tidak seperti biasa. Malam itu Mak Piah menolak ikut makan. Dia hanya duduk di sudut gubuk mereka sambil melihat sang anak yang sangat lahap. Sesekali dia tersenyum.

ketika urusan makan itu selesai, Mak Piah pamit. Dia beralasan hendak melihat jaring yang dipasang dipinggir sungai. Tanpa curiga, Dar mengizinkannya.

****
Ketika dokter mengatakan bahwa Mak Piah sudah meninggal dua hari lalu, Dar bersikukuh bahwa suaminya tadi malam pulang ke rumah. Serta membawa tiga ekor punai. Dokter itu tidak melayani ketidakpercayaan Dar. Dia segera menulis surat keterangan kematian seperti hasil pemeriksaan.

"Sungguhkah Mak Piah malam kemarin pulang ke rumah?," tanya Teungku Imum Din.

"Benar. saya berani bersumpah. Coba tanya anak saya. Bahkan gulai punai masih ada satu piring kecil lagi di rumah. Sengaja saya simpan siapa tahu beliau lapar saat pulang. Sebab pada waktu malam itu abang tidak mau makan," jawab Dar.

Berhari-hari kemudian Dar belum bisa terima dengan kenyataan bahwa suaminya telah meninggal dunia sebelum dia membawa pulang tiga ekor burung punai. Hingga apada suatu malam menjelang subuh, dia menemukan suaminya sedang duduk di balai-balai depan rumah.

Pertemuan itu hanya sekejap. Namun kalimat itu sungguh membekas.

"Ikhlaskan kepergianku. Kepulanganku malam itu, karena janjiku pada Rahman, buah hati kita. Jaga dia baik-baik. Aku sayang pada kalian berdua,"

Usai berkata demikian, lamat-lamat Mak Piah menghilang. Namun tak seorang pun bisa memecahkan misteri siapa pembunuh Mak Piah. Karena di sekujur tubuhnya ditemukan bekas pukulan benda tumpul. []

Bila anda punya cerita gaib, hantu dan pengalaman mistis, sila kirim ke email: muhajirjuli@gmail.com. Sertakan data diri dan foto. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.